PGRI
Yes! Dan akhirnya si PGRI itu mendarat dengan selamat
ditangan empunya, yang bahkan tak tahu menahu kisah panjang dibalik pembuatan
baju itu sehari kemarin.
Cerita awalnya dua minggu lalu, kakak perempuanku, Mba Sri
minta dibuatkan batik PGRI. Belasan tahun mengajar sekolah dasar di ibukota,
entah mengapa sampai sekarang ia belum punya batik PGRI. Berbeda dengan di sini
yang menerapkan peraturan batik PGRI dipakai setiap hari Sabtu, di sana batik
PGRI Kusuma Bangsa hanya dipakai setiap tanggal 25 tiap bulannya.
kakakku dengan batik PGRI pertamanya |
Singkat cerita, seperti biasa, kesibukan ini itu selalu saja
membuat jadwal jahitan molor-molor dan ngga bisa segera digarap. Hehe…lagu lama
penjahit. Tapi beneran! Molornya kerjaan
tukang jahit, bukan karena disengaja dan didiemin begitu saja. Kerjaan
seabreg-abreg yang ngga mungkin bisa dikerjakan oleh dua tangan dalam satu
malam, ditambah lagi beberapa kegiatan lain yang diikuti, bikin hari-hariku
sibuk.
Targetku waktu itu maksimal tanggal 20 baju harus sudah
meluncur dan dipaketkan, dengan asumsi 3 hari sampai tujuan dan masih sempat
dicuci setrika agar bisa dipakai tepat tanggal 25. Apa daya sampai tanggal 20
jahitan-jahitan lain yaitu seragam murid baru belum juga kelar.
Mas Jo sudah mencari bahannya di toko bahan terdekat di
Randudongkal (yang jauhnya 2 jam perjalanan bolak balik dengan roda dua)
tanggal 14. Ternyata di sana ngga ada bahan PGRI yang bagus seperti pesenan Mba
Sri. Akhirnya ngga jadi beli. Niatnya sih, tunggu besok ke kota dan bisa cari
di toko bahan langganan yang lebih lengkap. Ternyata hari-hari selanjutnya Mas
Jo sibuk sebagai koordinator lapangan even Grebeg Pasar di desa yang akan
dihadiri Bapak Bupati. Akupun sibuk kejar target seragam sekolah. Lagi pula
ngga mungkin banget aku berani cari
bahan sendiri ke kota. Wkwkw…
Tanggal 18 hari Rabu Mas Jo makin sibuk karena pas hari H
kedatangan pak Bupati. Aku pun ikut-ikutan sibuk ambil gambar dan bahan tulisan
untuk berita di website desa. Praktis satu hari ini kami tak mungkin bisa cari
bahan PGRI. Besoknya hari Kamis mas Jo kembali aktif kerja di bale desa. Baru
pada hari berikutnya selepas sholat Jumat Mas Jo berangkat ke Pekalongan untuk
beli bahan.
Hingga jam 7 malam, Mas Jo belum pulang juga. Saat dia
telpon, kupikir dia mau bilang sudah sampai manaaa gitu lagi jalan mau pulang.
Eeh,,, ternyata dia masih di toko bahan di Pekalongan, dan nanya bahan PGRI
yang bagus ngga ada, jadi beli ngga yang bahan biasa? Laahh,,,jauh-jauh sampai
Pekalongan, ya kali, mau pulang dengan tangan kosong? Lagipula ngga ada waktu
lagi buat nyari-nyari bahan lagi.
Inipun sebenarnya masih mikir juga buat nggarapnya, belum
lagi maketinnya ke Jakarta, harus super kilat khusus satu hari harus sampai!!
Besok sudah hari Sabtu kantor pos dan jasa pengiriman paket pasti tutup.
Otomatis nunggu hari Senin. Sedangkan tanggal 25 hari Rabu Si PGRI ini mau
dipakai….oh my God!
***
Aku ketiduran menunggu Mas Jo pulang. Saat jam 3 malam
terbangun, kucari-cari Mas Jo ngga ada di rumah. Motornya pun ngga ada.
Dengan panik kuambil hape dan mendapati tiga pesan chat WA dari
Mas Jo yang isinya :
Chat jam 20.59 : “Mi, linden motor putus”
Chat jam 21.00 : “Ini mas minta tolong jemput teman banser,
karena bengkel-bengkel sudah tutup semua”
Chat jam 00.13 :“Mas nginep di Bodeh di rumah teman, besok
baru nyari bengkel buat ganti linden”
Masya Alloh, aku ngebayangin Mas Jo mendorong motor jam
malam-malam sendirian…entah di jalan di tengah hutan kah atau dekat rumah
penduduk kah saat linden motor matic kami tiba-tiba putus? Dan aku bahkan ngga
balas pesannya sama sekali karena ketiduran? Istri macam apa aku ini?
Dengan emosional aku masih saja menyalahkan Mas Jo dalam
hati, masa iya berangkat dari rumah habis Jumatan, tapi kok baru beli bahannya
maghrib? Pasti mampir-mampir dulu kan dia entah kemana. Jadi begini kan? Pulang
malam-malam, kalo ada apa-apa susah sendiri kan? Coba kalo pulangnya ngga
kemalaman, pasti bengkel masih pada buka, minimal dorong motor ngga kegelapan.
Rasa ini bercampur aduk dalam hati, antara menyesal tidak
menanggapi chat WA saat Mas Jo lagi butuh dukungan ditengah kesusahannya, dan
menduga-duga apakah kemarin dia sempet jatuh dan terluka apa tidak, tapi juga
ingin menyalahkan dia kenapa mampir-mampir dulu, lalu pulang kemalaman. Terus, apa
nanti bisa segera pulang lalu bahan PGRI-nya bisa segera kujahit? Akupun
khawatir nanti bayar bengkelnya gimana? Sedangkan aku tahu uang yang dibawa
ngga banyak karena hanya beli bahan satu potong saja.
Paling tidak aku cukup tenang ada kenalan yang bisa dimintai
tolong dan bisa menginap sampai besok pagi. Mas Jo memang aktif diorganisasi
Banser sebagai pengurus cabang sehingga punya banyak kenalan sesama anggota
Banser hampir di seluruh Pemalang dan sekitarnya.
Sabtu pagi Mba Sri telpon via WA. Dia bilang sore nanti akan
ada travel barang yang mau ke Jakarta.( Mba Sri dibuatkan meja dan kursi oleh
Bapak. Sore ini meja kursi tersebut akan dibawa menggunakan travel barang).
Dan,,, “Baju PGRI-nya sekalian nanti dibawakan ya, jadi ngga usah dipaketkan”
Aku iyakan saja apa kata Mba Sri. Walaupun aku sendiri ngga yakin apa nanti
sore Si PGRI ini bisa jadi.
Aku kirim pesan WA pada Mas Jo pada jam 06.01.
“Mas kemarin jatuh?”
“Ngga jatuh, Mi. tapi lindennya putus. Harus ganti yang
baru.”
“syukurlah”
Aku masih menahan diri untuk tidak membebani pikiran Mas Jo
tentang PGRI.
Hari Sabtu ini akhirnya menjadi hari yang saaangat panjang
buatku. Pagi-pagi sekali ada edaran dari grup WA yang satu ke grup yang lain,
sebuah pemberitahuan dari PLN yang menyatakan hari ini akan ada pemadaman
listrik mulai jam 9 pagi sampai jam 5 sore.
Rasanya pikiranku makin ruwet saja.
Aku masih punya tanggungan satu stel seragam OSIS punya orang yang harus
selesai hari ini, dan masih harus bikin PGRI nya Mba Sri yang bahannya baru
saja dibeli dan belum sampai ke rumah lalu sudah harus dibawa ke Jakarta dengan
travel nanti sore, sedangkan listrik akan padam!!
Ya Alloh, yang akan terjadi terjadilah…. Aku pasrah. Tapi
Mas Jo harus tahu. Aku paling ngga bisa menyimpan kegalauan ini sendirian.
Aku kirim pesan WA lagi
“Mas, nanti sore ada travel yang mau ambil kursi Mba Sri
untuk dibawa ke Jakarta. Mba Sri minta baju PGRI-nya sekalian dibawa.” Jam
08.20, ngetik WA sambil ngebut jahitan seragam OSIS
“ini mas masih di Bengkel AHAS, ganti linden original ya.”
Jawab Mas Jo
“kira-kira jam berapa ya bisa pulang? Kira-kira masih ada
waktu buat nggarap bahan PGRI ini ngga ya Mas?”
“Antrinya lumayan
lama,Mi”
“ooh,,, ya sudahlah.” Aku pasrah sepasrah-pasrahnya. “yang
penting Mas bisa pulang dengan sehat selamat.”
“iya”
“Mas masih pegang uang buat bayar bengkel?”
“tadi dikasih temen 100 ribu, katanya buat bantu bayar
bengkel.”
Subhanallooh… Nyess hati ini rasanya.
“Alhamdulillah…”
“Mudah-mudahan cukup sama sisa uang yang kemarin Mas bawa.”
“ternyata masih banyak orang baik….”
Ah, pertolongan Tuhan selalu datang tepat waktu dengan cara yang tak pernah kita duga. Dalam hati aku berjanji, mudah-mudahan diberi kesempatan untuk membalas kebaikan orang tersebut, dan juga dimampukan memberi pertolongan pada siapapun yang membutuhkan.
Jam 08.28 detik-detik mau pemadaman, aku masih ngebut
jahitan seragam OSIS. Yang tidak bisa pakai tenaga manual seperti obras dan
lubang kancing, aku kerjakan lebih dulu. Kalau untuk menjahit, aku masih bisa
mengandalkan meja mesin jahit dengan genjotan kaki. Jika nanti Mas Jo pulang
saat mati lampu, aku masih bisa menjahit dengan mesin ini, tapi bagaimana
dengan obras dan lubang kancingnya? Ah, entahlah…! Pikir belakangan saja!
Jam 10.25 Mas Jo memberi kabar
“Ini sudah jalan mau pulang”
Alhamdulillah…
Sampai jam segini, listrik masih menyala. Entah pemadaman
listrik yang mulur waktunya, atau berita yang beredar itu cuma hoax, intinya
aku bersyukur masih bisa lanjut menjahitttt….
***
Jam 12 siang Mas Jo sampai dirumah dengan selamat. Seragam
OSIS sudah selesai. Listrik masih menyala dan aku sedang kedatangan tamu, mba
Pratin, yang ingin tempah rias pengantin untuk bulan depan (Selain menjahit,
saya juga membuka rias pengantin). Otak ini sudah ancang-ancang dengan si PGRI
sesaat setelah mba Pratin pamit.
Setelah menyiapkan makan siang untuk Mas Jo, untuk
anak-anak, lalu sholat dzuhur, jam 13.30 aku mulai memotong bahan. Langsung
dijahit dengan segenap jiwa dan raga dengan target ashar nanti sudah selesai.
***
Jam 16.15 detik-detik Si PGRI akan dijemput travel, Mba Pratin datang
lagi untuk memastikan jam dan tanggal anaknya menikah dan memperjelas
lagi apa yang nanti diperlukan saat acara.
Aku sudah selesai menjahit
PGRI-nya dan tinggal menge-som bagian bawahnya sambil mengobrol dengan Mba
Pratin. Saat itulah Mba Sri menelpon :
“Las, mobil travelnya sudah berangkat dari Majalangu mau
ambil kursi. Bajunya sudah jadi kan? Bisa dibawa sekalian ya”
“Iya. Oke! Eh, tapi aku cari bahan yang bagus ngga ada, jadi
ini adanya bahan polyester yang biasa” aku menjawab sambil tanganku makin cepat
mengesom.
“Ada apa si Mba?” tanya mba Pratin melihat perubahan ritme gerakan
tanganku yang makin cepat dan bertanya ingin tahu.
“Ini baju PGRI pesanan Mba Sri, mau dibawa ke Jakarta dengan
travel. Katanya mobilnya sudah mau jalan kemari. Padahal bahannya saja baru datang
tadi siang Mas Jo yang beli di Pekalongan.”
“Hah! Jadi yang tadi siang suami
“Iya, berangkat kemarin, tapi nginep dulu karena linden
motor putus jam 12 tadi malem. Dan baru nyampe tadi siang karena ke bengkel
dulu. Tadi setelah jenengan pulang, jam setengah dua aku baru mulai motong dan
ini jam setengah lima selesai”
Mba Pratin terbengong-bengong. Dia melihat sendiri Si PGRI
ini melewati proses terakhirnya untuk di setrika. Lalu sejurus kemudian dua
orang dari jasa travel datang mengangkut kursi dan meja berikut juga Si PGRI
yang dijahit secepat kilat ini.
Selamat jalan PGRI-ku…
Jam 17.00 aku menarik nafas legaaa…. Tinggal membersihkan
diri, lalu mempersembahkan sisa waktu hari ini buat Mas Jo dan anak-anak
tercinta.
Keesokan paginya Mba Sri mengabari kursi meja dan Si PGRI
sudah tiba di Jakarta dengan selamat. Setelah dicoba pas ukurannya, setelah itu
dicuci, untuk kemudian disetrika dan bisa dipakai tanggal 25 sesuai rencana.
Alhamdulillah….
***
Alhamdulillah. Kuikut deg degan bacanya. Keren, bisa kilat begitu mba.
BalasHapusSaya apalagi, bun...😂😂😂 ikut melestarikan kearifan lokal gituh. Macam bikin Tangkuban Perahu, wussh...jadi dalam sekejap! Bedanya saya ngga dibantuin jin.hehe
BalasHapus