27 Maret 2020

Rumah Tsabita Kok Tutup?

Ini mungkin sepele buat orang lain, tapi tidak buat saya. Mengandung tapi tidak melahirkan, dan yang melahirkan orang lain? Ibu macam apa itu? Saya sih, tidak mau.

Eh, saya mau menulis tentang jahitan sebenarnya, bukan soal kandungan. Biasa, curhat penjahit.

Jadi ceritanya, awal Maret ini, pesanan jahitan saya tutup hingga Juni 2020. Namun, seperti biasa, masih saja banyak sekali orang yang ingin menitipkan jahitannya. Ada yang pelanggan lama, banyak pula pelanggan baru.

Ya, saya sih senang. Itu artinya banyak yang percaya dengan kemampuan saya dalam hal membuat pakaian jadi. Masalahnya, saya sedang kerja sendiri. Asisten tak datang lagi selepas cuti melahirkan. Saya tak bisa memaksa karena prioritas dia pastilah untuk mengurus keluarga kecilnya. Mencari asisten baru pun tak mudah.

Yang kadang bikin jengkel itu banyak yang memaksa. Saya orangnya kan nggak tegaan. Jadi sejak Maret ini saya harus tega menolak pesanan meski mereka memaksa. Saya bilang, nanti saja bulan Juni datang lagi. Mereka bilang ini baju buat lebaran. Yah, gimana dong.

Saking memaksanya, ada yang ingin dipotongkan kainnya saja. Kira-kira begini dialognya:

"Ya udah, kalau mbak nggak bisa jahitnya, dipotongin kainnya aja deh mbak. Nanti yang jahit adik saya, atau si anu, atau si inu, kan banyak yang pada bisa njahit tapi mereka nggak bisa motongnya."

Jawaban saya?
"Hello ... bukan saya tukang potong bayaran ya."
Hehe .... Jawabnya dalam hati tapi.

"CUMA motong mbak."

Hah? Nggak salah?
Saya jelas menolak. Meski saya bisa, saya tetap menolak.
Sejujurnya saya berencana untuk tersinggung.


penjahit tailor rumah tsabita cikadu
padahal sudah diworo-woro di medsos

Begini.

Penjahit pribadi seperti saya itu sebuah profesi. Penjahit mengerjakan semua hal berkaitan membuat pakain jadi dari awal sampai akhir. Sama seperti pekerjaan lain.

Bayangkan pekerjaan kamu adalah pembuat film. Lalu tiba-tiba ada yang meminta mentahan rekaman syuting semua scene dan berkata: "saya beli rekaman mentahannya saja ya boss, kan saya bisa edit video sendiri." Waduh! reaksimu gimana coba?

Contoh lainnya jika pekerjaanmu penulis yang hendak menerbitkan buku. Trus ada yang pengin bayar versi PDF-nya, misalnya : "aku bayar soft copy-nya aja ya, aku mau print sendiri di rentalan komputer." Kebayang nggak reaksi penulisnya gimana?

Sama seperti pekerjaan lain, hasil karya seorang penjahit pun saya anggap anak sendiri. Sulit membayangkan kamu mengandung anak tapi yang melahirkan orang lain. "Lu bikin anak dong, ntar gue bayarin. Gue nggak bisa nih. Kalo ngelahirinnya mah gue bisa." Nah Loh!

Halah! Tinggal bilang tak mau motong kain saja kok. CUMA MOTONG KAIN TOK.

Eh, saya bukan lebay ya.

Saya hanya mengeluarkan unek-unek saja. Ini menggambarkan persepsi orang. Tentang begitu mahalnya harga sebuah ilmu, tapi begitu dianggap 'sepele'nya profesi penjahit.

Menjahit sudah mendarah daging dalam hidup saya. Persoalan memotong kain itu nggak bisa dibilang CUMA lho.

Ini tahapan seorang penjahit sampai tiba waktunya memotong kain yang orang bilang CUMA itu:
  1. Sebelum memotong kain, seorang penjahit harus bisa mengukur ukuran badan customer dengan tepat untuk membuat pola.
  2. Penjahit harus menganalisa model yang diinginkan customer dan mengerahkan seluruh imajinasinya. Jika customer bilang model terserah penjahit, artinya penjahit harus siap mengerahkan dua kali lipat kemampuan berimajinasinya untuk membuat model yang sesuai dengan costomer.
  3. Menghitung dan memperkirakan kebutuhan bahan, termasuk menyiasati jika bahan yang pas-pasan.
  4. Membuat pola bagian-bagian pakaian hingga partikel terkecil dan aplikasinya.
  5. Menempatkan pola pada kain dengan menyesuaikan motif, model dan HARUS PAS.
  6. Setelah semua tahapan di atas, baru deh bisa memotong kain. Nggak bisa diloncati begitu saja langsung potong kain.

Nah, jika tahapan untuk sampai memotong kain saja sudah sepanjang itu, apa masih bisa disebut CUMA?

Eniwey, ini cuma curhatan subyektif saya saja sih. Bukan hal yang luar biasa dan bukan hal penting untuk diperhatikan semua orang. Faktanya, masih banyak penjahit yang mau dibayar untuk memotong kain saja. Lumayan, katanya. Tak perlu menjahit tapi dapat uang. Ada yang mau dibayar 30 ribu, 25 ribu. Katanya sih, karena CUMA motong kain.

Yah, uang memang menggiurkan. Lebih menggiurkan lagi kalau mereka tahu jasa pembuat pola di factory itu gajinya sudah 2 digit. Angka depannya. Angka belakangnya 6 digit.

Untuk sekelas konveksi skala sedang, untuk satu pola dibayar dengan upah 1,5 juta. Satu bulan bisa lebih dari dua puluh pola bisa diorder.

Nah, kalau penjahit pribadi seperti saya? Bikin pola itu GRATIS. Cutomer cuma bayar ongkos jahit saja! Masih tegakah nyuruh CUMA motong kain?

Jadi hikmahnya apa?
Nggak ada.
Hanya mau bilang, kami tutup pesanan jahitan sampai Juni. Nanti, bulan Juni silakan pesan lagi yang banyak. Bisa pula pesan jahit online melalui nomor WA 0877 1166 2757.

Kalau job rias pengantin dan wedding tetap terbuka selebar-lebarnya ya. Banyak gaun baru dan ada dekorasi baru juga yang keren banget lho. Wedding khusus untuk wilayah se-kabupaten Pemalang dan sekitarnya.

Oh ya, Rumah Tsabita juga ada toko yang menyediakan alat-alat jahit dan craft. Sementara ini toko baru melayai penjualan offline. Ada beberapa pesanan online, tapi karena keterbatasan sumber daya, jadi saya stop sementara. ***


Curhatan ini ditulis di antara waktu istirahat yang menenangkan dan melenakan alias bikin mager. Wkwkwk ...


Blog tentang kecantikan, make up, fesyen, mode, dan budaya

40 komentar:

  1. Paham dan setuju banget ama pendapat mbak.
    Nggak bisa seenaknya ngomong cuma, karena itu nggak ngehargai banget namanya.

    BalasHapus
  2. Saya juga tidak respek sama orang yang kesannya merendahkan profesi atau keahlian yang dimiliki seseorang ..., dengan seenaknya bicara 'kan cuma begitu begini,bolehlah .. bla bla bla'

    Terus terang, hal merendahkan seperti itu serung aku dengar di beberapa tempat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Begitulah.
      Pelanggan yang begini kadang buat interospeksi diri juga sih. Kalau saya jengkel digituin, berarti saya jangan kek gitu ke orang lain.

      Kalau kerja di pabrik harus lebih ditebelin lagi kupingnya. Tak dihargai atasan, bener atau salah tetep diomelin, dikambinghitamkan sama rekan kerja, hal2 seperti itu bikin kerja ngga betah meskipun gaji besar.

      Intinya, setiap pekerjaan pasti ada enak dan nggak enaknya. Hehe...

      Hapus
    2. Sependapat berdasarkan pengalaman dari beberapa temanku yang pernah kerja di pabrik, kak ... , kata mereka persaingan diantara staff terasa banget.
      Demikian juga pekerja di bidang jasa.

      Betul, setiap pekerjaan ada tantangannya masing2 dan juga plus minusnya.

      Kita kuat, bertahan.
      Kita ngga kuat, mencelat ..., eh# kayak kutu ya mencelat ... , Wwwkkkk

      Hapus
    3. Intinya, disyukuri aja ya apapun yang sedang dijalani. ^.^

      Hapus
  3. memang terkadang kita harus sabar menghadapi hal itu ya mbak,

    BalasHapus
  4. Agar sesuai motif atau pola ini yang sulit dan harus yang sudah terbiasa
    Ya sudah kasih ke saya saja, biar saya yang potong.
    Sepertinya saya juga bisa kok

    BalasHapus
    Balasan
    1. Potong doang mah cepet.

      Mikir bikin pola dan ngepasin motif emang yg susah.

      Hapus
  5. Satu sisi kasian liat pelanggan kecewa mba, satu sisi kita punya prinsip yah.

    btw kenapa tutup mba, karena mau romadhon?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sudah full bang.

      Over load.
      Takut mengecewakan juga kalau tak bisa selesai buat lebaran.

      Hapus
  6. Memang kalo sudah banyak order mendingan tutup saja dulu ya mbak, daripada diterima tapi nanti bikinnya asal kan pelanggan jadi kecewa. Tapi kalo sudah dinyatakan tutup tapi masih saja ada yang mau jahit itu pertanda jahitan mbak lasmiati bagus.😊

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah, maksudnya begitu.

      Mending putus pas masih belum jadi, daripada ditinggal pas lagi sayang-sayangnya.

      Eh gimana?

      Hapus
  7. Setuju sih tapi terkadang saya juga butuh bermaksud baju ketika beli baju yang ukurannya lebih besar dari badan saya.
    Btw saya belum menemukan penjahit yang pas nh di lokasi dekat rumah, seandainya saya dekat dengan mba ya seneng bgt saya bisa menjahit bahan2 batik saya

    BalasHapus
  8. Kalau saya mah males bawel-bawel mba terserah penjahitnya, ini aja saya udah kasih 4 bahan dari januari belum dikerjain hahahahaa maklum sih dia banyak jaitan jadi saya mesti sabar antri.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehe ....
      Masalah semua penjahit itu sama di mana-mana.

      Hapus
  9. Wah, saya suka nih sama design baju yang dipajang jadi picturenya. Rumah Tsabita adanya di daerah mana, Mbak? Memang kadang customer suka ada aja, hehe ... tapi sekekali tegas boleh banget sama mereka.

    BalasHapus
  10. Asal mau bayar seharga satu paket aja mbak, he he he

    Yang suka nyepelein lainnya adalah koreksi baju, seperti motong panjang lengan, kurangi lingkar pinggang
    Mereka ga tau kerjaan seperti itu ribet banget

    BalasHapus
    Balasan
    1. Lebih ngga tega sih kalo minta tarif lebih.

      Mending ditolak halus aja.

      Barangkali dia mau cari yang lain.

      Atau kalau mau inden sampai buka lagi, ya monggo, silakan. Biasanya begitu aja saya, Ambu.

      Hapus
  11. Aku juga berencana marah tiap ada yang minta pdf bukuku. Enak ajaaahhhhh...
    Eh btw, lagi musim pandemi korona gini ternyata masih banyak ya yang pengen bikin baju baru buat lebaran.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Banyak Teh.
      Korona ya korona.
      Jahit baju lebaran ya tetep.

      Mungkin sudah jadi rezekinya para penjahit.

      Hapus
  12. Mba Lasmicika ini multitalenta ya, udahlah bisa jahit, rias pengantin, dekor wedding eh bs nulis juga. Keren deh, semoga putri saya ada yg bs jahit juga kaya Mbak ya hihi... (nerusin kursus jahit ibunya yg putus kursus, haha)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya itu doang saya bisanya.

      Selain itu saya payah mbak

      Hapus
  13. Saya kagum sama orang-orang yg jago jahit itu.. soalnya saya ga bisa2 padahal pernah kursus xixixi.. ga suka mungkin itu faktor utamanya. Beneran Mba kerjaan motong itu justru yang luar biasa butuh keahlian khusus...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Memang harus ada rasa seneng dulu sih kalo mau apa2 tuh, jadinya awet n ngga cepet nyerah:)

      Hapus
  14. Hikmahnya harus mengharagai profesi orang lain, memotong itu punya ilmu dan tidak sekedar bikin pola loh. Sedih kalau orang memandang sebelah mata penjahit baju :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya Alloh, akhirnya ada yang bisa merangkumn hikmahnya dalam satu kalimat pendek.
      Hehe ...

      Hapus
  15. wah bisa pesan jahit online? prosedurnya gimana itu mbak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bisa langsung chat WA tertera mbak.
      Mudah-mudahan Juni bisa terima lagi.

      Hapus
  16. Kalimat yang biasa saya dengar dari orang yang habis ambil jahitan, 'gini doang mahal.' Ga bisa komentar, mungkin dia harus merasakan sendiri prosesnya ya teh baru bisa menghargai skill orang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kadang ada yang begitu.
      Yang baik banget ngasih ongkos lebih ya banyak.
      Namanya orang macem-macem ya mbak.

      Hapus
  17. Wah kalau menurut saya prinsip kyk gtu bagus sekali mbak. Kalau nurutin org minta potongin bahan aja kyk kita nglepas anak kita ke org pdhl anak kita blm "mentas" haha pas gak ini perumpamaannya ya.
    Semoga setelah pandemi usai bisnisnya lancar2 ya mbak.

    BalasHapus
  18. I feel you mba
    Nyesek banget sih, tetap aja. Sebuah hasil karya kita yg mendesign istilahnya terus diselesaikan orang lain (dan sudah pasti) akan di akui itu karyanya
    Memang mesti tegas.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Entahlah, mungkin orang lain ada yang biasa-biasa saja melakukan itu, tapi saya belum bisa. Hehe ....
      Terlalu dibawa sentimen kali ya.

      Hapus

Terima kasih sudah berkunjung. Ditunggu tanggapan dan komentarnya ya.