Lebaran 2020 kali ini memang spesial. Tak ada jalan-jalan, tak ada saling kunjung ke rumah tetangga, tak ada ziarah dan nyekar ke makam, dll. Begitulah anjuran pemerintah dalam rangka memutus mata rantai penyebaran virus korona.
Saya beruntung tinggal di kampung yang berpenduduk cukup kooperatif. Pemerintah desa, pengurus masjid, intitusi kesehatan, beserta masyarakat saling bersinergi melaksanakan himbauan pemerintah.
Lebaran di tengah pandemi sangat menguji kesabaran. Semua tradisi khas lebaran yang biasa dilangsungkan dan diadakan secara rutin, kali ini berubah total.
Korona benar-benar mengubah segalanya. Semua hal yang biasa dilakukan setiap orang kini tak lagi bisa dilakukan secara normal.
Dulu, setiap malam sebelum lebaran, kampung kami mengadakan takbir keliling dengan meriah. Ada pawai obor, pawai keliling jalan desa dengan menampilkan berbagai atraksi dan hasil kreasi warga berupa arakan gunungan, kemudian diakhiri dengan pesta kembang api di depan bale desa. Warga bersuka cita menyambut hari kemenangan.
Lebaran kali ini, semua itu tidak ada. Lebaran di rumah saja, begitulah anjuran pemerintah. Sebagian besar warga berdiam di rumah masing-masing. Meski begitu, masjid dan mushola tetap mengumandangkan takbir dengan tetap menerapkan protokol kesehatan yang dianjurkan pemerintah.
Jika biasanya pelaksanaan salat Idulfitri dipusatkan di satu tempat yaitu di Masjid Jami' Al-Istighfar, pada lebaran kali ini dilaksanakan secara menyebar. Setiap mushola menyelenggarakan salat Idulfitri agar warga sekitar yang hendak salat ied berjamaah tidak berdesakan di satu tempat.
Meski lebaran kali ini berbeda karena adanya pandemi, banyak hal yang amat saya syukuri. Di antaranya adalah:
1. Pesanan jahitan tetap menumpuk
Katanya, ekonomi kita terpuruk. Katanya, orang-orang tak punya uang untuk membeli keperluan bukan primer. Tapi saya bersyukur aktifitas pekerjaan selama bulan puasa dan jelang lebaran tetap berjalan seperti biasa. Sampai malam lebaran saya masih mengerjakan pesanan dari pelanggan, sama seperti malam lebaran tahun-tahun sebelumnya.
Sebelumnya saya khawatir pelanggan tak datang mengambil pesanan, tapi ternyata menyambut kemeriahan lebaran dengan mengenakan baju baru tetap menjadi prioritas.
Meskipun baju baru tak dikenakan untuk berkeliling tetangga, setidaknya bisa bersilaturahmi secara virtual dengan pakaian yang kompak. Di Rumah Tsabita, pesanan baju lebaran tahun 2020 didominasi pesanan baju lebaran couple dan baju lebaran seragam keluarga. Di antaranya berupa gamis, tunik, baju batik dengan berbagai variasi dan kombinasi warna, termasuk baju anak yang serasi dengan semua anggota keluarga lain.
Beberapa teman pemilik rumah jahit pun ternyata tetap ramai menerima pesanan baju lebaran. Konveksi yang sempat tutup awal puasa, kembali buka dan produksi berjalan normal meski tak sebanyak sebelumnya. Yang pasti, Alloh masih mengalirkan rizki buat para penjahit.
Sebagai bonus, kain sisa atau perca saya buatkan masker kain agar serasi dengan baju yang dikenakan. Beberapa masker kain saya buatkan khusus hijab dengan menggunakan tali karet. Hal yang sama dilakukan pula oleh teman-teman penjahit lain sebagai bentuk simpati akan situasi yang tidak menyenangkan akibat adanya wabah covid-19.
Berkah lain lebaran di tegah pandemi ini bagi penjahit adalah: teman-teman penjahit banyak menerima order masker kain dalam jumlah besar. Saya pun menerima pesanan serupa, tapi karena keterbatasan tenaga, akhirnya pesanan dikerjakan oleh teman.
Cukup miris melihat orang-orang berdesakan di pusat perbelanjaan dan pasar tradisional jelang lebaran untuk membeli baju lebaran. Pelanggan Rumah Tsabita banyak yang berterima kasih pada saya karena dengan menjahit baju lebaran, mereka tak perlu berdesakan membelinya. Resiko yang sangat tinggi tak sebanding 'hanya' untuk euforia kegembiraan berburu baju lebaran.
Di titik ini kami para penjahit merasa senang bisa membantu mereka yang menginginkan baju lebaran tanpa berdesakan di pasar. Selalu ada berkah dan hikmah yang bisa diambil di setiap keadaan.
rejeki penjahit: pesanan jahitan tetap banyak |
2. Salat berjamaah di rumah
Salah satu 'kemajuan' bagi keluarga kami di tengah pandemi ini adalah rutinitas baru salat maghrib berjamaah selepas berbuka puasa. Si bujang bertugas sebagai muadzin dan iqamat selain juga makmum. Ayah bertugas sebagai imam, lalu saya dan si Kakak sebagai makmum.
Ayah yang lebih sering bekerja di luar rumah, selama bulan ramadan bisa menyempatkan diri berkumpul dan bercerita banyak dengan anak-anak. Si bujang bahkan sering mengobrol dengan ayahnya. Sesuatu yang jarang dilakukan, entah apa yang mereka obrolkan. Melihat pemandangan seperti ini selalu bisa membuat hati saya menghangat.
salat berjamaah di rumah, bonusnya anak lebih dekat dengan ayahnya |
3. Tak ada pawai takbir keliling, bisa berkumpul bersama keluarga
Meski pawai obor lebaran dan takbir keliling menghadirkan kebahagiaan bagi semua warga, tak ayal membuat kebersamaan dengan keluarga menjadi berkurang karena sibuk dengan keramaian di jalanan.
Malam lebaran kali ini, kami sekeluarga berkumpul di ruang depan. Saya, suami, anak-anak, bersama emak dan bapak, jarang bisa berkumpul lama seperti malam ini. Kami menghabiskan malam lebaran dengan bercerita ngalor ngidul sambil mendengarkan takbiran dari pengeras suara di masjid depan rumah. Emak tampak bahagia menceritakan kembali kisah-kisah lama saat anak-anaknya masih kecil. Bapak pun berbinar-binar mengenang kejadian-kejadian lucu di masa lalu.
Anak-anak emak dan bapak, yaitu kakak dan abang saya yang tak bisa mudik dari Jakarta menelpon dan melakukan video call, bergabung dengan obrolan ngalor ngidul kami malam ini. Sungguh momen yang sangat indah. Mungkin itu yang disebut dengan "hati yang kumpul", alias jauh di mata dekat di hati.
Sementara kami berkumpul di ruang depan mengobrol, ketupat yang dibuat sejak sore tak terasa sudah matang dan siap disajikan di hari lebaran esok hari.
membuat ketupat sendiri |
4. Salat Idulfitri di rumah
Ini bukan kiasan. Kami sekeluarga melaksanakan salat idulfitri di rumah sendiri. Rumah kami yang bersisian langsung dengan masjid, membuat kami bisa salat idulfitri berjamaah meski dari dalam rumah.
Di masjid sendiri, pelaksanaan salat idulfitri dilaksanakan dengan protokol kesehatan yang ketat, sama seperti pelaksanaan salat tarawih, salat Jumat, serta salat wajib lima waktu di masjid.
Berikut teknisnya:
- Warga yang melaksanakan salat idulfitri di masjid hanya orang yang sehat.
- Wajib memakai masker.
- Sebelum memasuki masjid, dilakukan pengecekan suhu tubuh oleh pengurus masjid.
- Membawa sajadah sendiri karena karpet masjid tidak digelar.
- Anak-anak di bawah usia 13 tahun tidak diperkenankan mengikuti salat idulfitri di masjid.
- Orang dengan usia rentan penyakit, dianjurkan salat di rumah saja.
- Sebelum dan sesudah salat, diadakan penyemprotan disinfektan.
cek suhu tubuh sebelum masuk masjid |
Ada yang menarik saat salat idulfitri. Yaitu, selesai pelaksanaan khutbah, seluruh jamaah salat idulfitri mengucapkan ikrar maaf memaafkan semua kesalahan satu sama lain, siapapun dan kapanpun, sengaja ataupun tak sengaja. Ikrar ini dipandu oleh salah satu pengurus masjid diikuti semua jamaah dalam rangka meminimalisir kontak fisik dan salaman.
salat idulfitri di rumah tapi berjamaah dengan masjid sebelah rumah |
5. Lebaran di rumah saja: akhirnya bikin donat lagi setelah sekian lama
Berbulan-bulan semua orang 'dirumahkan', tak membuat anak-anak kehilangan keseruan. Ada saja yang mereka kerjakan. Mulai dari menulis, membaca buku, bermain lego, kartu-kartu, sampai membuat kue.
Masih di hari lebaran, usai bermaafan virtual dengan saudara yang tinggal jauh, anak-anak mengajak saya membuat kue. Kali ini kue donat jadi pilihan karena tidak terlalu repot membuatnya.
Alat pembuat adonan yang dulu sering saya pakai, akhirnya dibongkar lagi dari gudang. Alat ini adalah pembuat adonan roti dan kue yang diputar manual dengan tangan. Mereknya Concerto. Kotor dan berdebu, tapi akhirnya bisa dipakai lagi setelah sekian lama.
Concerto ini sangat mudah digunakan. Saking mudahnya pakai alat ini, nantinya anak saya bisa membuat kue sendiri tanpa bantuan. Saya yang tak pandai membuat kue saja tak pernah gagal bikin adonan. Kali ini saya contohkan cara memakai alatnya lebih dulu, yang lucunya, semua dilakukan dengan baju lebaran lengkap.
bikin donat dengan baju lebaran |
Berikut ini resep donat sederhana yang berhasil kami buat dengan menggunakan alat Concerto.
Resep Donat Sederhana Praktis Tidak Ribet
Bahan:
- Tepung terigu 500 gr
- Margarin 100 gr
- Gula pasir 200 gr
- Kuning telor 4 butir
- Pengembang fermipan 1 sendok makan
- Air 200 ml
- Toping sesuai selera, bisa meses, coklat chip, atau gula halus
Cara membuat
- Aduk semua bahan adonan ke dalam alat Concerto. Putar-putar alat pengadon sampai adonan kalis dan tidak lengket. (Saya butuh waktu hampir seperempat jam)
- Setelah adonan kalis, bentuk bulat dengan lubang di tengah. Bisa juga dengan cetakan donat, tapi karena cetakan ini kami cari di gudang tak ada, jadi ya dibentuk manual.
- Tunggu sampai mengembang. (Saya diamkan sampai hampir satu jam karena tak pakai terigu protein tinggi jadi adonan agak lambat mengembang).
- Goreng dengan api kecil dan minyak yang penuh sampai donat tenggelam, hingga berubah warna kecoklatan.
- Siap dihidangkan dengan aneka toping.
tanpa cetakan |
donat sederhana |
Nah, itu dia lebaran di rumah anti gabut yang kami lakukan pada lebaran pada 2020 yang jatuh pada hari Ahad tanggal 24 Mei 2020 ini.
Semoga pandemi ini segera berakhir, mari songsong the new normal, berdamai dengan corona tanpa mengorbankan hidup kita yang berharga. ***
Aku ikut senang lihat warga tempat kak Lasmi pada tertib dan patuh melakukan social distancing.
BalasHapusDi kotaku dan dikota-kota lainnya lihat di berita tv,sebelum lebaran malah warga berkerumun rame banget pada ke pasar dan mal !.
Duh, kok ya mereka kesadaran dirinya pada kurang ..., ngga khawatir bakalan kena resiko terpapar.
Ngomong-ngomong, donatnya bagus hasilnya :).
Jadi pengin bikin juga hehehe
Iya, serba salah sih jadinya.
HapusKeluar bahaya kena korona, ngga keluar ngga dapat penghasilan.
Semoga wabah cepat hilang.
Enak ya disana masih bisa salat id
BalasHapusdisini untuk sementara ditiadakan
Dan tak ada yang keliling juga
Mantap tu, rezeki penjahit tiada hentinya
Salam sukses, eh salam donat :D
Alhamdulillah.
HapusSukses juga buat mas Bumi
Ya allah semoga seluruh dunia the new normal. Btw makasih resep donatnya 🤗
BalasHapusDi balik musibah, ternyata banyak hikmahnya ya mba kalau kita mau ambil positifnya.
BalasHapusALhamdulillah. Banyak hal yang bisa disyukuri dari kondisi ini. Agar kita bisa hidup dengan New Normal dengan tepat dan bahagia.
BalasHapusKita harus pandai beradaptasi dengan keadaan ini.
Allhamdulillah ya Mba. Ikut seneng aku corona tidak membuat pesanan jahitan berkurang ya. Lebaran aku sama kayak mba. Nggak ada yang begitu spesial jadinya. Malah bangaj sedihnya. Tapi kan kita harus tetap bersyukur dan cari hikmahnya ya
BalasHapusBikin donat pake baju lebaran yang cantik, atau lebaranan tapi tetep bisa santai dasteran sepanjang hari ... bakal jasi sesuatu yang indah buat dikenang di masa depan :D
BalasHapusKeren banget sih Mbak bisa jahit. Dari dulu pengen bisa gitu biar kalau ada yang mau dipermak gak usah ke tukang jahit. Eh tapi lihat jarum kecil itu rasanya gak sabaran hehe
BalasHapusWuih keren, pesanan jahitannya banyak. Andai deket, kepengen juga deh jahit baju. Udah susah di sini nyari tukang jahit. Gak ada malah. Jadinya kalo nyari baju yang bener2 pas itu udah susah. Btw, selamat Hari Raya Idul Fitri, Mbak. Mohon maaf lahir dan bathin. :)
BalasHapusAlhamdulillah ya mba, rezeki tetap datang meski pandemi begini. Kreatif banget, sisa kain perca dibuatkan masker untuk pelanggannya. Pasti menjadi nilai plus tuh. Semoga lancar terus bisnisnya dan sehat selalu sekeluarga ya mba.
BalasHapusWah turut senang, pesanan jahitan tetap banyak lebaran tahun ini 😊
BalasHapusSayapun bersama keluarga di rumah saja lebaran kali ini, ga ada tamu, dan sholat Idul Fitri di rumah saja.
Bersilaturahmi dengan keluarga yang jauh hanya melalui virtual, tapi Alhamdulillah tetap seru dan ramai 😊 semoga pandemi ini cepat berakhir dan semua kembali normal ya mbak
Alhamdulillah ya Mbak pandemi ini tidak mengurangi aliran rejeki, semoga musibah ini segera berakhir dan kita bisa kembali hidup normal amin..oiya kapan-kapan mau nyobain resep donatnya juga ah :)
BalasHapusAlhamdulillah meski situasinya tidak bersahabat di masa pandemi ini, tetap bisa berkarya dan beribadah ya, Mbak.
BalasHapusIya ya... Alhamdulillah Mbak masih bisa berkumpul bersama keluarga, karena saya sendiri lebaran sendirian di kosan, alhamdulillah ada ibu kos, jadi saya bisa sholat I'd bareng keluarga ibu kos. 😊
BalasHapusSebenarnya lumayan deg-degan dengan new normal. Tapi mau gimana lagi. Semoga aja ini pilihan terbaik dan membawa kita kepada kesudahan akan kasus ini.
BalasHapusaku suka donat, senengnya kalo bisa makan donat buatan sendiri.
BalasHapusalhamdulilah orderan jahitan tetep banyak dan lancar ya mba
Mohon maaf lahir dan batiin yaa mbak ☺️ alhamdulillah meski lebaran tahun ini berbeda dr tahun" sebelumnya, banyak hikmah dan pelajaran yg bisa kita teladani untuk senantiasa melebihkan syukur di masa pandemi. Asikk sekalii bikin kupat sendiri, jd kangen tradisi bikin kupat di kampung halaman hehehe lebaran kali ini pesen ke tetangga yg jual kupat jadi 😁
BalasHapusWaaah syukurlah pesanan jahitan ttp ada ya mba. Pada tau aturan berarti warganya, utk ga DTG ke pusat perbelanjaan. Mnding jahit memang.
BalasHapusLebaran THN ini, pertama kalinya aku di rumah aja :D. Biasa kalo ga mudik ke solo (kampung suami) ato medan (kampungku), kami pindah tidur ke hotel sampai kedua asisten balik . Tp lebaran kemarin jg agak takut stay di hotel. Jd pilih untuk tetep di rumah. Berharap sih THN depan udh kembali normal :(
Alat pembuat adonannya kok aku jd pgn punyaaa :D. Trakhir bikin donat, tanganku pegeeel mba,ga kalis2 wkwkwkwkwk. Makanya ga pengen bikin LG. Mau beli mixer yg bisa mengaduk ginian, harganya ternyata muahaaal yaaa hihihi... Aku belum pernah liat yg kayak punya mba nih.